If do the best, is possible, be a good is not enough

Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrahmanirrahiim
“ Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan “
At Taubah : 105
Alhamdulillahirabbil `alamin ……… segalanya milik Allah semua bentuk kenikmatan dan hanya kepadaNya rasa syukur kita panjatkan. Sholawat dan salam terlimpahkepada Nabi Muhammad SAW yang telah `melahirkan` cahaya Islam di segala penjuru dunia bersama dengan keluarga, sahabat serta pengikutnya yang hingga saat ini ikut mewarisi aktivitas beliau hingga kelak datang hari yang tidak ada pertolongan kecuali pertolongan dari Sang Maha Pemberi Pertolongan.
Masih teringat dengan kata-kata seorang tokoh partai politik beberapa waktu silam di tayangan televis ? sang tokoh suatu partai politik tersebut mengatakan Hidup adalah Perbuatan. Adakah yang salah dengan pernyataan ini ? Ada orang mengomentari pernyataan tersebut dengan sebuah pertanyaan,
“Ya hidup adalah perbuatan, masalahnya perbuatan baik atau perbutaan buruk “
Terlepas dari komentar diatas, saya lewat tulisan ini ingin membahas tentang perbuatan (atau bahasa qur`annya adalah amal) kita dalam menapaki perjalanan hidup di dunia ini. Bukankah setiap amalan itu bergantung kepada niatnya, jika niat itu baik maka sudah bisa dipastikan amalan yang diperbuatnya juga baik, demikian juga sebaliknya jika niatnya buruk bin jelek.
Sudahkah kita perbaharui niat hidup kita saat ini ?
Parameter amal baik yang paling mudah untuk dipahami adalah amal yang kita lakukan untuk yang Maha Baik, Allah azza wa jalla. Segala lini kehidupan kita tujukan hanya untuk Allah saja, sebagai sebuah konsekuensi dari akidah kita. Perlu dicatat bahwa Allah itu Maha baik dan suka kepada kebaikan, bahkan segala sesuatu yang Dia terima adalah yang baik-baik. Oleh karenanya setiap amalan kita mulai dari tujuan hingga cara kita mencapainya juga dilakukan dengan hal-hal yang baik (baca : sesuai syariat)
Islam memandang amal yang baik menurut Allah SWT adalah amal yang dilakukan dengan Itqan dan Ihsan. 2 hal ini merupakan syarat yang kudu dilakukan jika amalan kita ingin optimal dan bernilai barokah di hadapan Allah SWT.
Itqan dalam beramal adalah melakukan pekerjaan dengan kemantapan dan perfectness (= totalitas). Kualitas kerja yang itqan atau perfect merupakan sifat pekerjaan sang kholik dan merupakan nilai-nilai Rabbani, kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami (an-Naml: 88). Rahmat Allah telah dijanjikan bagi setiap orang yang bekerja secara itqan, yakni mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih. Keterampilan yang sudah dimiliki bukan sebuah jaminan setiap amalan akan itqan, bisa jadi malah akan hilang sebagai akibat meninggalkan latihan. Karena itu, melepas atau menterlantarkan ketrampilan tersebut termasuk perbuatan dosa, jika perbuatan kita menyebabkan kerusakan atau ketidakoptimalan. Konsep itqan memberikan penilaian lebih terhadap hasil pekerjaan yang sedikit atau terbatas, tetapi berkualitas, daripada output yang banyak, tetapi kurang bermutu.
Nha, bagaimana friend, amalan-amlaan kita hingga saat ini ? sudahkan kita beramal secara itqan ???
Teman-teman yang dimulyakan oleh Allah SWT, ternyata itqan saja tidak cukup untuk mencapai amal yang optimal dan mendapatkan barokah. Adalah Ihsan yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberkahan dari setiap amalan kita. Ihsan dalam konteks agama Islam mengandung dua pesan, yaitu :
Pertama, ihsan berarti ‘yang terbaik’ dari yang dapat dilakukan.
Dengan makna pertama ini, maka pengertian ihsan sama dengan ‘itqan’. Pesan yang dikandungnya ialah agar setiap muslim mempunyai komitmen terhadap dirinya untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan.
Kedua, ihsan mempunyai makna ‘lebih baik’ dari prestasi atau kualitas pekerjaan sebelumnya. Makna ini memberi pesan peningkatan yang terus-menerus, seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu, dan sumber daya lainnya. Adalah suatu kerugian jika prestasi kerja hari ini menurun dari hari kemarin, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi saw. Keharusan berbuat yang lebih baik juga berlaku ketika seorang muslim membalas jasa atau kebaikan orang lain. Bahkan, idealnya ia tetap berbuat yang lebih baik, walaupun ketika membalas keburukan orang lain (Fusshilat :34, dan an Naml: 125)
Semangat kerja yang ihsan ini akan dimiliki manakala seseorang bekerja dengan semangat ibadah, dan dengan kesadaran bahwa dirinya sedang dilihat oleh Allah SWT.
3 faktor tambahan yang akan menjadikan setiap amalan kita menjadi terbaik adalah Mujahadah, Tanafus dan Ta`awun. Dalam banyak ayatnya, Al-Qur’an meletakkan kualitas mujahadah dalam bekerja pada konteks manfaatnya, yaitu untuk kebaikan manusia sendiri, dan agar nilai guna dari hasil kerjanya semakin bertambah.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad*diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Ali Imran : 142
*cJihad dapat berarti:
1. berperang untuk menegakkan Islam dan melindungi orang-orang Islam;
2. memerangi hawa nafsu;
3. mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam;
4. Memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
Mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan melalui hukum ‘taskhir’, yakni menundukkan seluruh isi langit dan bumi untuk manusia (Ibrahim: 32-33). Tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta mendaya gunakannya secara optimal, dalam rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.
Bermujahadah atau bekerja dengan semangat jihad (ruhul jihad) menjadi kewajiban setiap muslim dalam rangka tawakkal sebelum menyerahkan (tafwidh) hasil akhirnya pada keputusan Allah
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.
Hud : 123
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan (tanafus) dalam kualitas amal solih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah. Ada perintah “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan). Begitu pula perintah “wasari’u ilaa magfirain min Rabbikum wajannah” `bersegeralah lamu sekalian menuju ampunan Rabbmu dan surga` Jalannya adalah melalui kekuatan infaq, pengendalian emosi, pemberian maaf, berbuat kebajikan, dan bersegera bertaubat kepada Allah. Kita dapati pula dalam ungkapan “tanafus” untuk menjadi hamba yang gemar berbuat kebajikan, sehingga berhak mendapatkan surga, tempat segala kenikmatan (al-Muthaffifin: 22-26). Dinyatakan pula dalam konteks persaingan dan ketaqwaan, sebab yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah insan yang paling taqwa (al Hujurat: 13). Semua ini menyuratkan dan menyiratkan etos persaingan dalam kualitas kerja.
Oleh karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram; saling mengalahkan atau mengorbankan. Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun). Dengan demikian, obyek kompetisi dan kooperasi tidak berbeda, yaitu kebaikan dalam garis horizontal dan ketaqwaan dalam garis vertikal (al-Maidah: 3), sehingga orang yang lebih banyak membantu dimungkinkan amalnya lebih banyak serta lebih baik, dan karenanya, ia mengungguli score kebajikan yang diraih saudaranya.
Kesimpulannya adalah jika berbuat yang terbaik (= itqan, ihsan, mujahadah, tanafus dan ta`awun) itu mungkin dan bisa, mengapa kok puas hanya dengan berbuat baik saja (= asal terlaksana). Rugi no…….
Nha saatnya sudah tiba untuk berbuat yang terbaik untuk umat, kalau nggak sekarang kapan lagi ? karena waktu itu akan terus berlalu dan gak akan pernah terlulang kembali. Kebaikan yang kita ukir saat ini akan menjadikan keuntungan kita esok hari (baca = akherat).
Wassalam ….
Salam Perjuangan !!!
Mujahidmuda
MariefuniM
Label: sungguh 2